Sepenggal Kisah Pasukan Inong Balee : Nyanyianku Menjadi Deritaku
Foto : Kenangan Foto Inoeng Balee Masa Silam Di Aceh
.Hari ini, Jumat 01-11-2013, keberaniku sudah sangat bulat untuk menceritakan semua kisah-kisah yang telah ku alami selama
ini. Walaupun dengan terbata-bata dan dengan jemari yang gemetar, aku
coba juga menulis setiap pertanyaan yang datang dari Team PENA.
ACEH UTARA, akhir tahun 1999. Aku suka menyanyi, dan menyanyi adalah
salah satu hobby yang sangat aku sukai. Dan ternyata hobbyku ini telah
mengantarkanku kegerbang pertemuan dengan pejuang Aceh Merdeka. Dimana,
sebelumnya aku sendiripun tidak mengerti apa yang mereka perjuangkan dan
apa yang mereka inginkan.
Seorang Penasehat GAM (Gerakan Acheh
Merdeka) Wilayah Pasee mendengar aku menyanyi, dan kemudian dia memberi
kesempatakan kepadaku untuk menyanyikan lagu Perang Sabi pada sebuah
dakwah GAM yang diadakan di Ulee Meuriya Geudong. Setelah itu aku diajak
agar bergabung dengan Pasukan Inong Balee.
Disebabkan,
kegiatan sekolah yang aku jalani pun dalam kondisi tak menentu, dan juga
keadaan di kampong hura hara, maka dengan memberanikan diri, aku
meminta izin dari ayah agar mengizinkanku bergabung dengan Angkatan
Gerakan Aceh Merdeka (AGAM). Dengan renungan yang bangga, dan seperti
tak menduga, ayahku menitiskan air mata dan mengatakan setujunya,
permintaanku untuk bergabung dengan GAM.
Selama 2 (dua) bulan
aku dilatih fisik secara intensif, termasuk menggunakan senjata. Dan,
kemudian aku langsung diturunkan lapangan. Sejak saat itu, kehidupanku
pun telah berubah, dari gadis gampong menjadi seorang figthter dari
Pasukan Inong Balee. Dikarenakan aku seorang gadis luwes dan mudah
bergaul, maka Panglima setempat menugaskan aku untuk jadi inteligen.
Karena, kalau berperang juga mungkin sudah banyak tentara GAM yang lebih
mampu dari aku.
Karena aku ditugaskan di kota, maka bisa
leluasa berteman dengan banyak anggota TNI. Mereka sering datang ke
rumahku untuk bertamu dan kadang sering aku suguhkan teh atau kopi. Dan,
kucoba bertanya tentang pasukan mereka dan kekuatan mereka.
Selama 1 (satu) tahun lamanya aku melaksanakan tugas tersebut dan bisa
mengumpulkan kurang lebih 573 butir peluru berbagai jenis. Tapi bak kata
pepatah, sepandai pandai tupai melompat, pasti jatuh juga ke tanah.
Itulah yang terjadi terhadapku, diakhir tahun 2002, tepatnya saat aku
berada di Pos Yonif 141 Sriwijaya Palembang.
Disela-sela
keheningan seorang Panglima berkata sesuatu kepadaku. “Adoe Nyoe Keuh
Perjuangan, Gob laén Nyaweung- Nyaweung Hana Lee, Droe Keuh Syukur
Manteung Udeep”. Tapi dia kan tidak tahu bagaimana dengan masa depanku,
dan akupun tidak mau menceritakan panjang lebar, tentang kejadian di
dalam sel tahanan itu.
Aku hanya menitiskan air mata dan berdoa
kepada Allah SWT agar aku diberikan ketabahan untuk menghadapi semua
apa yang telah terjadi terhadap diriku. Seperti yang Panglima katakana
“ini adalah risiko perjuangan”, maka akupun tak menyesali apa yang telah
terjadi terhadap diriku.
Mereka yang mengajak aku dulu
bergabung dengan GAM kini telah menjadi Bupati dan ada yang sudah
bekerja di DPRK. Mungkin mereka tidak mengenal diriku lagi, tapi aku
masih tetap kenal dengan muka mereka sampai kapanpun. Sedih sekali
hatiku melihat kehidupan Rakyat Aceh, yang dulu dijanjikan kebahagiaan
kepada mereka.
Merekalah yang telah bersusah payah membekali
kita waktu berada di hutan, merekalah yang ”theun tapak” (kenak sepak)
disaat konvoi TNI datang menyisir gampong-gampong. Aku sendiri tak
membutuhkan bantuan dari mereka yang semenjak dahulu bergabung dengan
GAM. Karena aku masih kuat untuk berdikari. Tapi apa yang kuharapkan
adalah agar mereka jangan lupa dengan rakyat yang sangat susah mencari
sesuap nasi.
Kenapa mereka sudah lupa kepada saudara yang
membantu mereka dikala mereka susah dahulu, kenapa mereka bisa
menelantarkan anak-anak yatim dan janda yang sangat membutuhkan uluran
dan bantuan dari mereka yang dulunya mengatas namakan perjuangan untuk
rakyat. Kini setelah dapat pangkat dan jabatan, semuanya hilang arah,
mereka seperti telah buta dan tuli dengan alam sekeliling mereka.
Terimakasih juga kepada Team PENA yang telah sudi meringankan beban di
dada ini, luapan hati ini telah kalian dengarkan. Harapanku semoga PENA
bisa mendengar jeritan bathin dari yang lain juga. Karena jeritan
seperti ini lebih sakit kalau tak ada yang mau mendengarnya. Salam
sukses untuk PENA dan Teamnya.
Salam
PUTROE MUDA
Pasukan Inong Balèe
No comments:
Post a Comment